Laporkan Masalah

KAPASITAS INFILTRASI DAN PERMEABILITAS TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI MODEL DAS MIKRO (MDM) WATUGEDE, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

DWI WICAKSONO, Dr. Hatma Suryatmojo, S. Hut., M.Si

2016 | Skripsi | S1 KEHUTANAN

MDM Watugede merupakan bagian dari DAS Oyo yang memiliki luas 2.326,15 ha. Sekitar 50,34% kawasan MDM Watugede memiliki kelerengan curam yang dapat meningkatkan aliran pemukaan sehingga dapat mengurangi infiltrasi. Sungai Ngalang di MDM Watugede memiliki debit sangat kecil bahkan cenderung kering pada saat musim kemarau, sedangkan pada saat musim hujan memiliki debit sangat besar. Hal tersebut, menjadi indikator bahwa proses infiltrasi di kawasan MDM Watugede kurang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah pada berbagai penggunaan lahan di MDM Watugede. Pengukuran infiltrasi, pengambilan sampel tanah dan data vegetasi dilakukan pada 36 unit lahan yang dihasilkan dari overlay peta kelerengan, penggunaan lahan dan peta tanah. Infiltrasi diukur dengan alat double ring infiltrometer sedangkan sampel tanah tidak terusik diambil dengan alat soil ring sample. Data vegetasi dilakukan dengan petak ukur 20 x 20 meter. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah pada berbagai penggunaan lahan : tegalan (10,6 cm/jam; 1058,51 cm/jam); permukiman (4,97 cm/jam; 1193,06 cm/jam); belukar (1,2 cm/jam; 1519,92 cm/jam); kebun (1,2 cm/jam; 301,66 cm/jam) dan sawah tadah hujan (7,65 cm/jam; 452,48 cm/jam). Tegalan memiliki kapasitas infiltrasi tertinggi karena memiliki kerapatan vegetasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan lahan lain. Belukar dan kebun memiliki kapasitas infiltrasi terendah karena kedua penggunaan lahan tersebut berada pada kelas kelerengan curam, sehingga air hujan banyak yang menjadi aliran permukaan. Permeabilitas tanah tertinggi yaitu belukar karena memiliki kerapatan tumbuhan bawah yang rapat dan struktur tanah remah. Kebun memiliki permeabilitas tanah rendah karena tutupan vegetasi yang secara umum lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya.

The Watugede micro catchment model is a part of Oyo watershed which has 2.326,15 hectares in width. Approximately 50,34% of Watugede area has steepy slope that potentially increase the surface run off and erosion. These condition is potentially decrease the soil infiltration. Ngalang river has a low water discharge and even tended to dry in the dry season. Whereas in the rainy season, it has a high water discharge. Due to that condition, it could be an indicator that the infiltration process in the MCM Watugede area was not good. This research aims to find out the infiltration capacity and soil permeability in various land use in the MCM Watugede. The infiltration measurement, soil sample and vegetation data were taken in the 36 land units which are resulted from overlay the slope map, land use map, and soil map. Infiltration was measured with double ring infiltrometer tool, while undisturbed soil samples were taken by soil ring sample tool. The vegetation data was measured by the sample plots in 20 x 20 meters. The results showed that the average of infiltration capacity and soil permeability in various land use are : dry field (10,6 cm/jam; 1058,51 cm/jam); settlement (4,97 cm/jam; 1193,06 cm/jam); shrub (1,2 cm/jam; 1519,92 cm/jam); garden (1,2 cm/jam; 301,66 cm/jam); and paddy rainfed (7,65 cm/jam; 452,48 cm/jam). The dry field has the highest infiltration capacity because it had higher vegetation density than the other land use. The shrub and garden had the lowest infiltration capacity because both land use had steepy slope, so lots of rainfall became surface water. The highest soil permeability was shrub because the lower plants density was dense and the soil structure was crumb. The garden had the lowest soil permeability because the cover of vegetation was lower than other land use in general.

Kata Kunci : Kapasitas Infiltrasi, Permeabilitas Tanah, Penggunaan Lahan, MDM Watugede